Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan dalam merayakan tahun baru Imlek. Perayaan Imlek pertamakali dilakukan setelah Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967 pada 2000.Kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001. Kepres ini belum memberikan hari libur nasional, namun hanya para penganut imlek saja yang libur. Kemudian pada saat pemerintahan Megawati Imlek menjadi hari libur nasional. Hingga sekarang ini perayaan Imlek adalah perayaan yang penuh dengan suka cita.
Orang-orang Tionghua tidak pernah akan lupa akan jasa-jasa yang telah diberikan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam mengembalikan kebebasan kepada keturunan tionghua di Indonesia. Imlek adalah tahun baru masayarakat Tionghua yang biasanya dirayakan dengan hiburan barongsai dan beberapa sesaji.
Pengertian Imlek
Kata Imlek (Im=bulan, Lek=penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau Bahasa Mandarin-nya Yin Li yang berarti kalender bulan (Lunar Newyear). Menurut sejarah, Sin Cia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di China yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru.
Perayaan ini juga berkaitan erat dengan pesta perayaan datangnya musim semi. Perayaan imlek dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama atau yang lebih dikenal dengan istilah Cap Go Meh. Perayaan Imlek meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta/Thian (Thian=Tuhan dalam Bahasa Mandarin), dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari sembahyang Imlek adalah sebagai bentuk pengucapan syukur, doa dan harapan agar di tahun depan mendapat rezeki yang lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai media silaturahmi dengan keluarga dan kerabat.
Imlek adalah tradisi pergantian tahun. Sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh etnis Tionghoa apapun agamanya, bahkan menurut Sidharta, Ketua Walubi, masyarakat Tionghoa Muslim juga merayakan Imlek.
Asal-usul Imlek berasal dari Tiongkok. Hari Raya Imlek merupakan istilah umum, kalau dalam bahasa Tiongkok disebut dengan Chung Ciea yang berarti Hari Raya Musim Semi. Hari Raya ini jatuh pada bulan Februari dan bila di negeri Tiongkok, Korea dan Jepang ditandai dengan sudah mulainya musim semi.
Perayaan Imlek mulai dikenal sejak jaman Dinasti Xia, yang kemudian menyebar ke penjuru dunia, termasuk Indonesia oleh para perantau asal Cina. Tradisi tahunan itu pun di kenal luas sebagai identitas budaya Tionghoa di tanah perantauan.
Dulunya, Negeri Tiongkok dikenal sebagai negara agraris. Setelah musim dingin berlalu, masyarakat mulai bercocok tanam dan panen. Tibanya masa panen bersamaan waktunya dengan musim semi, cuaca cerah, bunga-bunga mekar dan berkembang. Lalu musim panen ini dirayakan oleh masyarakat. Kegembiraan itu tergambar jelas dari sikap masyarakat yang saling mengucapkan Gong Xi Fa Cai, kepada keluarga, kerabat, teman dan handai taulan. Gong Xi Fa Cai artinya ucapan selamat dan semoga banyak rezeki. Adat ini kemudian di bawa oleh masyarakat Tionghoa ke manapun dia merantau, termasuk ke Indonesia.
Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia
Setiap tahunnya, perayaan Tahun Baru Imlek jatuh pada tanggal yang berbeda-beda, yaitu antara tanggal 21 Januari sampai 20 Februari. Di hari itulah adalah satu hari bersejarah atau perayaan terpenting oleh orang Tionghoa.
Dalam kalender Tionghoa, titik balik mentari musim dingin harus terjadi di bulan 11, yang berarti Tahun Baru Imlek biasanya jatuh pada bulan baru kedua setelah titik balik mentari musim dingin (dan kadang yang ketiga jika pada tahun itu ada bulan kabisat).
Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan kembang api.
Dan berikut adalah sejarah dan mitos tahun baru imlek seperti yang dilansir wikipedia indonesia.
Sejarah : Sebelum Dinasti Qin, tanggal perayaan permulaan sesuatu tahun masih belum jelas. Ada kemungkinan bahwa awal tahun bermula pada bulan 1 semasa Dinasti Xia, bulan 12 semasa Dinasti Shang, dan bulan 11 semasa Dinasti Zhou di China.
Bulan kabisat yang dipakai untuk memastikan kalendar Tionghoa sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, selalu ditambah setelah bulan 12 sejak Dinasti Shang (menurut catatan tulang ramalan) dan Zhou (menurut Sima Qian). Kaisar pertama China Qin Shi Huang menukar dan menetapkan bahwa tahun tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM. Pada 104 SM, Kaisar Wu yang memerintah sewaktu Dinasti Han menetapkan bulan 1 sebagai awal tahun sampai sekarang.
Mitos : Menurut legenda, dahulu kala, Nián adalah seekor raksasa pemakan manusia dari pegunungan (atau dalam ragam hikayat lain, dari bawah laut), yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan penduduk desa.
Untuk melindungi diri merka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu mereka pada awal tahun. Dipercaya bahwa melakukan hal itu Nian akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil panen.
Pada suatu waktu, penduduk melihat bahwa Nian lari ketakutan setelah bertemu dengan seorang anak kecil yang mengenakan pakaian berwarna merah. Penduduk kemudian percaya bahwa Nian takut akan warna merah, sehingga setiap kali tahun baru akan datang, para penduduk akan menggantungkan lentera dan gulungan kerta merah di jendela dan pintu.
Mereka juga menggunakan kembang api untuk menakuti Nian. Adat-adat pengurisan Nian ini kemudian berkempang menjadi perayaan Tahun Baru. Guò nián yang berarti “menyambut tahun baru”, secara harafiah berarti “mengusir Nian”.
Sejak saat itu, Nian tidak pernah datang kembali ke desa. Nian pada akhirnya ditangkap oleh Hongjun Laozu, seorang Pendeta Tao dan Nian kemudian menjadi kendaraan Honjun Laozu.
Sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia : Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.
Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.
Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.
Itulah sejarah singkat perayaan Tahun Baru Imlek Tionghoa, sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia yang dapat DB share atau mungkin lebih tepatnya DB kutip dari wikipedia. Semoga bermanfaat bagi para pembaca semua.
Sumber: www.potretnews.com, http://nationalgeographic.co.id