MAJALAH PRIA DEWASA ITU ...
Bertemu ex redaktur salah satu majalah popular di Indonesia. Kami berbincang banyak hal, di antaranya topik yang lagi trending. Awalnya, saya tidak menduga obrolan menuju sana. Saya cuma mendengarkan, lalu surprise di bagian akhir."Mas tahu majalah X?" katanya sambil menyebut merek majalah pria.
Saya mengiyakan, walau tak pernah membeli dan membuka isinya.
Saya mengiyakan, walau tak pernah membeli dan membuka isinya.
"Konsumennya cuma 40 persen yang normal. Maksudnya yang benar-benar laki.""Lho, yang 60 persen?"
"Ya gitu. Lekong.""O ya? Tahu dari mana?"
"Kan kita survei, Mas. Dari situ ketahuan."
"Caranya?"
"Pertanyaan-pertanyaan yang kita berikan itu pertanyaan 'jebakan.' Misal, dalam sebulan, ada alokasi biaya perawatan tubuh nggak? Misalnya, spa, treatment ke salon, semacam itu."
"Pertanyaan lain?"
"Apa yang dia suka dari perempuan? Kalau yang normal, ya mukanya. Bagian tubuhnya. Yang lekong itu jawabnya fashion. Baju, tas, sepatu. Model-modelgitu."
"Terus, hasil surveinya buat apa?"
"Itu kaitan dengan wajah majalah. Bagaimana desain cover-nya, rubrik-rubriknya apa saja. Itu juga sebabnya, di halaman-halaman majalah itu banyak gambar cowok sixpack, berotot. Karena yang lekong-lekong suka melihat yang begituan. Redakturnya aja banyak yang lekong, Mas. Jadi mereka ngerti selera kaumnya."
Sedang heboh tema LGBT. Saat sebagian orang sibuk dengan meme "LGBT itu penyakit," saya lebih tertarik melihat dari angle yang lain: bisnis. Kenapa seolah-olah dunia bisnis tidak ambil pusing dengan penolakan-penolakan yang ada? Bukan hanya nama-nama kecil, tapi juga merek-merek gadang di dunia.Facebook, Whatsapp, LINE, Starbucks.
Kenapa mereka tidak peduli, malah aktif mendukung dan mempromosikan? Apa mereka tidak khawatir"mencederai" loyalitas existing customer?
Pertanyaan ini terjawab dari kasus 60 persen lekong pembaca majalah X. It's all business. It's all about money.Bisnis tidak akan ada jika tidak ada demand. Demand itu antara dua: kebutuhan atau keinginan. Selagi masih ada kebutuhan, bisnis akan hidup. Selagi masih ada keinginan, bisnis akan jalan.
Dalam hal apa pun.Fakta bahwa merek-merek besar mengampanyekan LGBT menunjukkan mereka tengah merangkul segmen ini. Jumlahnya makin besar. Bertambah terus dan terus. Jika mereka bersikap kontra, it's bad for their business. Mereka bisa kehilangan uang. Kesempatan untung lebih banyak.
Dari titik inilah, kita perlu menyimpulkan: siklus ini perlu distop dengan cara yang sistematis. Kita tidak akan bisa menghentikan ini dalam waktu singkat, sebab LGBT telah memperjuangkan keberadaan mereka puluhan tahun. Main halus. Pelan-pelan. Itulah yang membuat kaum agamawan terkejut, karena mereka selama ini nampak ditolak masyarakat. Nyatanya LGBT tumbuh dalam gelap, dan berani unjuk gigi saat sudah besar.Kita memang perlu menyatakan sikap.
Namun bersikap kasar, keras, mengatakan bahwa mereka itu "penyakit" itu kontraproduktif. Mereka bisa depresi, karena terus-menerus dianggap busuk, tak punya harapan. Bisa juga menghidupkan sistem pertahanan. Seperti menekan bola dalam air. Makin ditekan, makin besar pula perlawanan. Makin kebas dan mantap untuk menyimpang.
Catat ini baik-baik: semua orang berhak mendapatkan dakwah, termasuk LGBT. "Arus penolakan" yang kita lihat sekarang membuat mereka makin represif.
Padahal, yang seharusnya dilakukan:Edukasi, lalu solusi.
Sebenarnya, ini rumus content marketing. Bukan mencaci dan mengutuk. Tak akan ada nasihat yang diterima jika disajikan dengan pola "benci dan melaknat."“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu” (Q.s. Ali Imran [3]: 159).
Untuk orang-orang yang hatinya telah disentuh dakwah, dan masih merasakan indahnya Islam, selalu ingat: Dulu, kita pun dapat hidayah lewat kata-kata yang lembut.Karenanya, ajak LGBT memahami bahwa orientasi seksual mereka adalah ujian dari Allah. Jika mereka bisa menyikapinya dengan sabar, taat pada syariah Allah, hidup lurus sesuai sunnah Nabi, surga balasannya. Ajak mereka mengingat kematian, akhirat, dan indahnya ganjaran dari Allah.Jangan berharap hasil, tapi sampaikan dengan baik.Sisanya, serahkan pada Allah. Karena yang membolak-balikkan hati adalah Dia. Bukan kita. Allahu a'lam.[]
Source: Asa Mulchias on Facebook
@faktual