Sumanto Al Qurtubi
Saya membuat tulisan ini, bukan untuk merendahkan bangsa saya, Indonesia tercinta. Bukan pula menyerang negara Arab, khususnya Arab Saudi tempat dimana saya berdomisili saat ini.
Tujuan tulisan singkat saya ini untuk membangunkan teman², kakak dan adik² saya dan sesama saudara warga negara Indonesia dimana saja berada. Agar bisa memilih dan memilah, mana yg bisa dijadikan panutan/pedoman, serta mana pula yg harus diwaspadai.
Harapan saya hanya satu:
Semoga Indonesia selalu dirahmati oleh Allah Tuhan Alam Semesta Pencipta langit dan bumi beserta segala isinya, dan anak² bangsa ini -termasuk saya- tidak menjadi bangsa yg inferior (rendah diri), tidak mudah kagum dan tidak mudah menjadi beo.
Begini. Saya melihat hubungan antara Arab (khususnya Arab Teluk), Barat (khususnya Amerika) dan Indonesia (khususnya yang pro-Arab) itu unik, menarik dan lucu.
Negara² Arab khususnya Teluk itu 'sangat Barat' dan jelas² pro-Amerika (dan Inggris). Hampir semua produk² Barat dari ecek² (semacam restoran fast foods) sampai yg berkelas dan bermerk untuk kalangan berduit, semua ada di kawasan ini.
Mall-mall megah dibangun antara lain untuk menampung produk² Barat tadi.
Warga Arab menjadi konsumen setia karena memang mereka hobi shopping (bahkan terkadang lalai dengan sembahyang).
Orang² Barat juga mendapat 'perlakuan spesial' di sini, khususnya yg bekerja di sektor industri (gaji tinggi, fasilitas melimpah).
Mayoritas orang² Arab juga sangat hormat dan inferior (rendah diri) terhadap orang² Barat.
Saya sering jalan bareng bersama 'kolega bule' ke tempat pameran barang² branded tsb, dan mereka menganggap saya adalah 'jongosnya'. Bagi orang² Arab, non-bule darimanapun asalnya, apapun agama mereka adalah 'kelas buruh' sementara orang bule, sekere dan sebego apapun mereka, beragama atau tidak beragama, dianggap 'kelas elit'. Mereka baru menaruh rasa hormat, kalau sudah tahu 'siapa kita'.
Sejumlah universitas² beken di Amerika juga membuka cabang di Arab Teluk selain Saudi: Georgetown, New York Univ, Texas A&M, Carnegie Melon Univ, dll.
Di bawah bendera King Abdullah Scholarship, Saudi telah mengirim lebih dari 150 ribu warganya untuk belajar di kampus² Barat, khususnya Amerika, Kanada dan Eropa (juga Aussie). Tidak ada satu pun yg disuruh belajar ke Indonesia!!
Sementara (sebagian) warga Indo memimpikan belajar di Arab Saudi.
Lucunya, para fans/penyembah Arab Saudi dan Arab-Arab lainnya di Indonesia, mereka mati²an men'tuan'kan Arab, sementara Arab sendiri tidak 'menggubris' mereka (penyembah Arab).
Para 'cheerleaders/pengidola' Arab ini (para fans Arab di Indonesia), juga mati²an anti-Barat padahal orang² Arab mati²an membela Barat.
Kita bertutur memakai istilah bahasa mereka (akhi, ukhty, antum dan berbagai istilah Arab lainnya, padahal mereka merendahkan kita). Kita seolah gagal faham untuk membedakan antara Islam dan Arab.
Islam menghargai kita sedangkan Arab menganggap kita ini bangsa budak.
Saya bukan anti-Arab atau anti-Barat karena teman² baikku banyak sekali dari 'dua dunia' ini. Saya juga bukan pro-Arab atau pro-Barat. Saya adalah saya yang tetap orang kampungan Jawa.
Daripada 'menjadi Arab' atau 'menjadi Barat', akan lebih baik jika kita menjadi 'diri kita sendiri' yg tetap menghargai warisan tradisi dan kebudayaan leluhur kita.
Itulah orang Saudi, mereka menganggap kecil terhadap orang Indonesia.
Di hotel, di kantor, bahkan mereka menyangka saya cuma tenaga profesional ecek². Mereka tanya gaji, disangka CUMA 2ribu atau 3ribu Real. (1 real = 3700) Waktu saya bilang jumlah gaji saya, mereka baru tahu gaji saya sama dengan orang Amerika atau Inggris, dan mereka tanya kok bisa begitu. Saya bilang, saya pernah training di Inggris dan di Amerika, dan ternyata gaji saya lebih besar dari gaji dokter Saudi.
Itulah kenyataannya, dan yang menggaji saya perusahaan di Abu Dhabi yg tidak menganggap rendah karyawannya berdasarkan kebangsaan atau nationality profiling.
Mudah²an pemerintah tidak mengirim lagi TKI atau TKW sehingga mereka tidak menganggap orang Indonesia bangsa budak. Tetapi kirim tenaga terdidik, terutama yg menguasai bahasa Inggris.
Sekali lagi:
Saya bukan anti Arab dan juga bukan anti Barat. Saya cuma orang Jawa - Indonesia yg dipercaya sebagai orang yg bekerja sebagai tenaga ahli yg dibayar berdasarkan keahliannya.
Suatu hari, dan ini bukan untuk menyombongkan diri, saya merasa bangga ketika saya keluar dari sebuah hotel di Jeddah, saya dijemput oleh sopir orang Arab berasal dari Thaif.
Itu kebanggaan saya, karena biasanya yg jadi sopir itu orang Indonesia.
Mudah²an kita tidak jadi bangsa budak dan budak diantara bangsa lain.
Belum lama ini saya mengadakan survei dengan responden para mahasiswaku (sekitar 100 mahasiswa) yg mayoritas beretnik Arab dan Saudi. Survei ini bersifat 'confidential' dan identitas mahasiswa tidak diketahui. Salah satu pertanyaan dalam survei adalah: "Agar lebih Islami, apakah masyarakat Muslim non-Arab harus meniru dan mencontoh masyarakat Arab dan menjalankan kebudayaan mereka?" Jawaban mereka: sekitar 60% bilang TIDAK, 12% bilang YA, selebihnya MUNGKIN dan TIDAK TAHU.
Saya tidak tahu secara pasti apakah jawaban mereka itu ada kaitannya dengan 'doktrin2²' pentingnya menghargai pluralitas budaya, agama, dan masyarakat yang selama ini saya 'ajarkan' di kelas atau mungkin karena pengaruh pendidikan yg semakin meningkat atau gelombang modernisasi dan iinternetisasi' yg mewabah di kawasan Arab.
Apapun faktor²nya yg jelas hasil survei ini 'sedikit menggembirakan' (setidaknya buatku), meskipun masih banyak tantangan cukup besar menghadang di depan mata. Bukan suatu hal yg mustahal jika kelak kaum Muslim Arab dan Saudi khususnya bisa menjadi lebih maju, terbuka dan toleran. Dan bukan suatu hal yg mustahal pula jika kelak kaum Muslim Indonesia justru 'nyungsep' menjadi umat yg bebal, tertutup dan intoleran.
Di saat masyarakat Arab mulai lelah dengan konflik dan kekerasan serta mulai menyadari pentingnya keragaman dan hidup bertoleransi, sejumlah kaum Muslim di Indonesia justru menjadi umat intoleran dan anti-kemajemukan...
Dikutip dari akun Fb:
Sumanto Al Qurtuby
Seorang professor warga negara Indonesia, dosen di King Fahd University for Petroleum and Gas, Arab Saudi.