(Catatan Pinggir 2016 #2)
*Hantu itu bernama terorisme*
Fenomena ISIS di tahun 2015 telah menyedot perhatian dunia. lagi-lagi dalam hal ini islam sebagai kambing hitam atas nama teror. Agama sebagai subyek kekerasan memang menjadi identitas bagi kelompok ekstrimis. namun, bila kita bijak serta obyektif menilai problematika seharusnya kongklusi dari polemik pro-kontra agama sebagai penyebab kekerasan, bahwa aksi terorisme bisa menyerang siapa saja dan atas nama apa saja. mungkin islam disini sebagai agama yang sering dikambing hitamkan, kita tidak tahu esok hari entah kristen, budha atau atribut lainya. Sebagai orang terdidik Kita telah menyepakati bahwa semua Agama mengecam kekerasan dan mengutuk aksi dehumanisasi.
*Hantu itu bernama terorisme*
Fenomena ISIS di tahun 2015 telah menyedot perhatian dunia. lagi-lagi dalam hal ini islam sebagai kambing hitam atas nama teror. Agama sebagai subyek kekerasan memang menjadi identitas bagi kelompok ekstrimis. namun, bila kita bijak serta obyektif menilai problematika seharusnya kongklusi dari polemik pro-kontra agama sebagai penyebab kekerasan, bahwa aksi terorisme bisa menyerang siapa saja dan atas nama apa saja. mungkin islam disini sebagai agama yang sering dikambing hitamkan, kita tidak tahu esok hari entah kristen, budha atau atribut lainya. Sebagai orang terdidik Kita telah menyepakati bahwa semua Agama mengecam kekerasan dan mengutuk aksi dehumanisasi.
Paradigma terorisme berkedok agama harus kita hapuskan apalagi dalam dunia media.
Konflik timur tengah merupakan konflik politik. Saya memang bukan pakar kajian timur tengah. namun, hemat penulis konflik timur tengah akan berahir jika sumber minyak telah habis.
Apapun gaya terornya dan dimana aksi teror itu dilakukan, tidak lepas dari propaganda serta hegemoni ideologi. dalam hal ini ISIS telah berhasil menjadi momok bagi keberlangsungan harmoni global.
Edward Said dan Noam Choamsky merupakan figur intelektual masa silam yang dengan berani menentang terorisme pengatas namaan Agama dan wilayah.
Choamsky misalnya dalam buku kecilnya 'politik media' mengatakan bahwa media merupakan sarana terorisme itu sendiri. betapa lewat media aksi teror dan kekerasan menjadi begitu akrab dan tertanam dalam alam bawah sadar kita.
Edward Said dalam orientalismenya juga mengutuk aksi hegemoni superioritas Eropa atas timur tengah dan negara ketiga. Betapa fondasi peradaban setiap bangsa mempunyai hak untuk berdiri dan mengeksplorasi kekayaanya. Aksi teror dan kekerasan saat Edward Said kecil hingga sekarang bermotif sama namun dengan cara yang berbeda.
Di tahun 2016 ini semoga. Solusi atas maraknya terorisme dapat kita cegah dan lawan bersama. karena pada dasarnya dehumanisasi adalah musuh kita bersama sebagai manusia. Mari sebarkan virus perdamaian dengan saling asah, asih, & asuh. bukankah Tuhan menciptakan kita dengan keberagaman untuk saling mengenal dan mengasihi.?
lah wong ISIS aja kok ditakuti.
Kemanusiaan yang adil dan beradab itu konsensus kita bersama. yang melawan kemanusiaan itu yang harus kita kasihi dan sadarkan bersama. Gitu aja kok repot.
Lamongan
0401201
0401201
Sumber group wa
1 komentar:
Click here for komentarWah asyik nich ternyata ya. Benarkah ada hubungan antara ISIS dengan Bom Sarinah Thamrin ya?