"UNTUK APA BERTEMU, KALAU NANTU BERPISAH! UNTUK APA BERCINTA, KALAU NANTI BERSEDIH!"
Itu adalah salah satu lirik dari lagu "Lelaki dan Telaga" karya musisi Balada Franky Sahilatua. Lagu itu dan lagu "Lelaki dan Rembulan" yang judulnya hampir sama susunan bahasanya adalah lagu Franky yang paling saya suka.
Liriknya saya jamin amat puitis, apalagi dibandingkan lagu koplo dan dangdut sekarang. Kisah seorang lelaki yang ada di telaga, yang sedang "membayangkan kekasih", entah karena berpisah untuk sementara (karena jarak) atau selamanya (putus cintanya). Laki-laki itu sendiri, dan hanya "pada embun dia bertanya, pada ranting ia bertanya: untuk apa bertemu kalau nanti berpisah? Untuk apa bercinta kalau nanti bersedih".
Franky tidak mengambarkan kenapa laki-laki itu berpisah dengan kekasihnya. Lirik dibuat mengambang, tak ada kejelasan. Dan saya senang lirik yang puitis semacam ini, bahkan suasana yang digambarkan juga amat puitis. Seorang laki-laki di tepian telaga sedang sendiri. Ada ranting jauh. Ada air telaga yang juga menunggunya. Daun-daun masih berembun. Dan itu diksi-diksi itu dipakai Franky untuk mengantarkan pada pertanyaan itu tadi: Untuk apa menjalin hubungan yang melibatkan cinta kalau toh pada akhirnya bersedih. Dan untuk apa kita dipertemukan dengan pasangan kalau akhirnya berpisah juga.
Heiss... Saya langsung teringat kamu para jomblo ideologis aliran surealis... Saya kira pertimbangan kalian untuk tak juga menjalin hubungan yang melibatkan rasa cinta juga karena anggapan seperti itu. Mungkin kalian pernah menjalin cinta yang menggebu lalu terlena sekali dalam kenikmatannya, kemudian kalian putus (berpisah), lalu kalian trauma untuk menjalin hubungan lagi.
Atau kalian pernah mencoba berhubungan, tapi ternyata kalian sakit hati atau disakiti... Atau kalian yang malah menyakiti pasangan lalu pasaganmu kabur. Atau kalian memang gak bakat menjalin hubungan yang melibatkan rasa cinta, hingga sekali mau mencoba sudah dimainkan perasaan, misalnya rasa cemburu yang membuat kalian jadi sosok yang tampak lemah dan berbeda dengan kalian yang kuat pada saat sendiri.
Menjalin hubungan cinta itu memang melibatkan perasaan yang agak dalam, Mblo. Di situ kamu memang akan diuji. Bisa saja dirimu yang sebelumnya waktu masih jomblo berasa kuat dan "secure", eeee pas menjalin cinta kamu kayak anak-anak, yang cemburuan pada masa lalu "pacar"-mu lah! Yang suka ngatur-ngatur pacarmu lah! Atau sebaliknya, misal kamu kaget kok kamu nggak lagi bebas seperti masih sendiri.
Intinya, aku yakin kamu sebagai Jomblo ideologis pasti ada yang menyebabkan kenapa kamunya sulit menjalin hubungan atau secara kuat EMOH berhubungan yang melibatkan cinta (komitmen). Namanya saja saya ideologis, kan mengimani betul kenjombloanmu kan?
Nah, sekarang aku yakin kalian pasti akan terus diuji. Dengan berbagai keadaan. Mulai olok-olok dari orang yang pensiun dari kejombloan atau dari kaum agamawan fanatik yang seneng nikah-nikah (poligami), atau mungkin dibully saat kamu reuni bersama teman-teman SMA/SMK-mu yang udah pada punya anak.
Saranku begini, Mblo. Dengarkan ya! Kalau kalian memang mengimani kejombloan kalian hingga militan dan ideologisnya mentok, carilah lagu-lagu yang bisa mendukung status jomblo kalian. Juga baca buku-buku yang sealiran dengan itu, misalnya baca konsep "sexlove" Frederich Engels, di sana banyak legitimasi kenapa manusia misalnya tak perlu nikah. Atau baca buku yang amat bagus sekali, judulnya "Parasit Lajang" karya Ayu Utami.
Dan saranku, kalian harus berhimpun dalam sebuah gerakan Jomblo Ideologis aliran Surealis itu tadi. Bikin komunitas lah! Bikin grup WA. Potensinya besar karena di era globalisasi, seperti sekarang ini, kejombloan akan semakin menemukan momentuk sejarahnya.
Ayo Para Jomblo Bersatulah! Aku mau jadi Dewan Pembinanya, yakinlah bahwa meskipun aku tak lagi jomblo, aku berpihak secara ideologis dan politis dengan kalian...!
(Maaf yang merasa tak jomblo jangan protes)
Itu adalah salah satu lirik dari lagu "Lelaki dan Telaga" karya musisi Balada Franky Sahilatua. Lagu itu dan lagu "Lelaki dan Rembulan" yang judulnya hampir sama susunan bahasanya adalah lagu Franky yang paling saya suka.
Liriknya saya jamin amat puitis, apalagi dibandingkan lagu koplo dan dangdut sekarang. Kisah seorang lelaki yang ada di telaga, yang sedang "membayangkan kekasih", entah karena berpisah untuk sementara (karena jarak) atau selamanya (putus cintanya). Laki-laki itu sendiri, dan hanya "pada embun dia bertanya, pada ranting ia bertanya: untuk apa bertemu kalau nanti berpisah? Untuk apa bercinta kalau nanti bersedih".
Franky tidak mengambarkan kenapa laki-laki itu berpisah dengan kekasihnya. Lirik dibuat mengambang, tak ada kejelasan. Dan saya senang lirik yang puitis semacam ini, bahkan suasana yang digambarkan juga amat puitis. Seorang laki-laki di tepian telaga sedang sendiri. Ada ranting jauh. Ada air telaga yang juga menunggunya. Daun-daun masih berembun. Dan itu diksi-diksi itu dipakai Franky untuk mengantarkan pada pertanyaan itu tadi: Untuk apa menjalin hubungan yang melibatkan cinta kalau toh pada akhirnya bersedih. Dan untuk apa kita dipertemukan dengan pasangan kalau akhirnya berpisah juga.
Heiss... Saya langsung teringat kamu para jomblo ideologis aliran surealis... Saya kira pertimbangan kalian untuk tak juga menjalin hubungan yang melibatkan rasa cinta juga karena anggapan seperti itu. Mungkin kalian pernah menjalin cinta yang menggebu lalu terlena sekali dalam kenikmatannya, kemudian kalian putus (berpisah), lalu kalian trauma untuk menjalin hubungan lagi.
Atau kalian pernah mencoba berhubungan, tapi ternyata kalian sakit hati atau disakiti... Atau kalian yang malah menyakiti pasangan lalu pasaganmu kabur. Atau kalian memang gak bakat menjalin hubungan yang melibatkan rasa cinta, hingga sekali mau mencoba sudah dimainkan perasaan, misalnya rasa cemburu yang membuat kalian jadi sosok yang tampak lemah dan berbeda dengan kalian yang kuat pada saat sendiri.
Menjalin hubungan cinta itu memang melibatkan perasaan yang agak dalam, Mblo. Di situ kamu memang akan diuji. Bisa saja dirimu yang sebelumnya waktu masih jomblo berasa kuat dan "secure", eeee pas menjalin cinta kamu kayak anak-anak, yang cemburuan pada masa lalu "pacar"-mu lah! Yang suka ngatur-ngatur pacarmu lah! Atau sebaliknya, misal kamu kaget kok kamu nggak lagi bebas seperti masih sendiri.
Intinya, aku yakin kamu sebagai Jomblo ideologis pasti ada yang menyebabkan kenapa kamunya sulit menjalin hubungan atau secara kuat EMOH berhubungan yang melibatkan cinta (komitmen). Namanya saja saya ideologis, kan mengimani betul kenjombloanmu kan?
Nah, sekarang aku yakin kalian pasti akan terus diuji. Dengan berbagai keadaan. Mulai olok-olok dari orang yang pensiun dari kejombloan atau dari kaum agamawan fanatik yang seneng nikah-nikah (poligami), atau mungkin dibully saat kamu reuni bersama teman-teman SMA/SMK-mu yang udah pada punya anak.
Saranku begini, Mblo. Dengarkan ya! Kalau kalian memang mengimani kejombloan kalian hingga militan dan ideologisnya mentok, carilah lagu-lagu yang bisa mendukung status jomblo kalian. Juga baca buku-buku yang sealiran dengan itu, misalnya baca konsep "sexlove" Frederich Engels, di sana banyak legitimasi kenapa manusia misalnya tak perlu nikah. Atau baca buku yang amat bagus sekali, judulnya "Parasit Lajang" karya Ayu Utami.
Dan saranku, kalian harus berhimpun dalam sebuah gerakan Jomblo Ideologis aliran Surealis itu tadi. Bikin komunitas lah! Bikin grup WA. Potensinya besar karena di era globalisasi, seperti sekarang ini, kejombloan akan semakin menemukan momentuk sejarahnya.
Ayo Para Jomblo Bersatulah! Aku mau jadi Dewan Pembinanya, yakinlah bahwa meskipun aku tak lagi jomblo, aku berpihak secara ideologis dan politis dengan kalian...!
(Maaf yang merasa tak jomblo jangan protes)